Disusun oleh :
Abdullah
NIM : 1510320023
Mata kuliah :
Pembelajaran PKn
Dosen pengampu : Primi Rochimi, S.Sos, MSI
Prodi/Jurusan :
PGMI LK/Tarbiyah
Kampus : STAIN
Kudus
A. Hakikat Pembelajaran
Pendidikan Kewarganegaraan
Untuk mengetahui hakikat
pembelajaran pendidikan kewarganegaan, mari kita telusuri terlebih dahulu perkembangan pembelajaran
tersebut di dalam kurikulum pendidikan yang pernah berlaku di Indonesia sejak
Indonesia merdeka. Di dalam kurikulum 1946, 1957 dan 1961 tidak ditemukan
adanya mata pelajaran pendidikan kewarganegaraan. Pada kurikulum 1946 dan 1957
materi yang ada dikemas dan dimasukkan ke dalam mata pelajaran ilmu pengetahuan
umum untuk jenjang SD dan mata pelajaran Tata Negara di SMP dan SMA. Mata
pelajaran Pendidikan Kewargaan Negara (PKN) baru dikenal pada kurikulum 1968.
Ruang lingkup materinya mencakup Sejarah Indonesia, Geografi, dan Civics
sebagai pengetahuan kewargaan Negara.
Dalam perkembangannya di dalam
kurikulum sekolah Proyek Perintis Sekolah Pembangunan (PPSP) 1973 ada mata
pelajaran Pendidikan Kewargaan Negara (PKN) dan ada Pengetahuan
Kewargaan Negara. Melalui kurikulum PPSP pada jenjang SD 8 tahun, diperkenalkan
mata pelajaran Pendidikan Kewargaan Negara/Studi Sosial yang di dalamnya berisikan
tentang materi ilmu pengetahuan sosial (IPS). Sedangkan pada jenjang Sekolah
Menengah 4 tahun, diberikan mata pelajaran Studi Sosial Terpadu dan mata
pelajaran Pendidikan Kewargaan Negara (PKN) dan Civics dan Hukum khusus bagi
yang mengambil jurusan sosial.
Secara historis pada kurikulum
1975 istilah Pendidikan Kewargaan Negara (PKN) diubah menjadi Pendidikan Moral
Pancasila (PMP). Mata pelajaran PMP berisikan materi pokok Pancasila
sebagaimana yang dijabarkan di dalam Pedoman Penghayatan dan Pengamalan
Pancasila (P-4). Hal ini dilakukan untuk melaksanakan apa yang diamanatkan oleh
ketetapan MPR No. II/MPR/1973 tentan P-4. Pada saat itu mata pelajaran PMP
menjadi mata pelajaran wajib yang harus diberikan di tingkat SD, SMP, SMA, SPG
dan Sekolah Kejuruan. Hal ini terus berlanjut dan tetap dipertahankan baik
istilah maupun isi/materinya sampai berlakunya kurikulum 1984.
Keluarnya Undang Undang No. 2
Tahun 1989 tentang Sistem Pendidikan Nasional yang menggariskan adanya
Pendidikan Pancasila dan Pendidikan Kewarganegaraan (PPKn) di semua jalur,
jenis dan jenjang pendidikan berdampak pada perubahan kurikulum. Untuk
mengakomudasi perintah UU No. 2 tahun 1989 tersebut maka dikeluarkan kurikulum
1994, yang di dalamnya memperkenalkan mata pelajaran Pendidikan Pancasila dan Pendidikan
Kewarganegaraan (PPKn).
Berbeda dengan kurikulum 1975
dan 1984, kurikulum PPKn 1994 mengorganisasi materinya tidak atas dasar rumusan
butir-butir nilai P-4, tetapi atas dasar konsep nilai yang disaripatikan dari
P-4 dan sumber resmi lainnya yang ditata dengan menggunakan pendekatan spiral
meluas (spiral of concep development).
Pendekatan ini
mengartikulasikan sila-sila Pancasila dengan jabaran nilainya untuk setiap
jenjang pendidikan dan kelas serta catur wulan dalam setiap kelas. Sesuai
dengan Garis Garis Besara Haluan Negara (GBHN) yang ditetapkan MPR berdasarkan
TAP No. II/MPR/1998 yang menentukan bahwa Pendidikan Pancasila mencakup
pendidikan Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila (P-4), Pendidikan Moral
Pancasila, Pendidikan Sejarah Perjuangan Bangsa serta unsur-unsur yang dapat
mengembangkan jiwa, semangat dan nilai-nilai kejuangan khususnya nilai-nilai 45
kepada generasi muda. Hal ini menunjukkan bahwa di dalam Pendidikan Panasila
memuat pendidikan ideologi, pendidikan nilai dan moral, serta pendidikan
kejuangan.
Sejak berlakunya Undang Undang
RI No. 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional sebagai pengganti
Undang Undang No. 2 tahun 1989, pasal 37 ayat (2) menetapkan kurikulum pada
pendidikan dasar, pndidikan menengah dan pendidikan tinggi harus memuat
pendidikan agama, pendidikan kewarganegaraan dan bahasa. Dengan demikian
pendidikan Pancasila tidak lagi diberikan secara sendiri, namun berubah namanya
menjadi pendidikan kewarganegaraan yang di dalamnya berisikan pendidikan nilai
dan moral yang bersumber pada Pancasila.
Dari perkembangan kurikulum
sebagaimana yang telah dipaparkan di atas, penulis menyimpulkan bahwa
pendidikan kewarganegaraan pada hakikatnya merupakan pendidikan yang diberikan
dalam rangka membentuk karakter warga negara yang baik (good Citizenship).
Karakter warga negara yang baik yang dimaksudkan dalam hal ini adalah karakter
yang sesuai dengan nilai-nilai Pancasila baik sebagai dasar negara maupun
sebagai pandangan hidup bangsa.
B. Fungsi Pembelajaran Pendidikan
Kewarganegaraan
Pembelajaran Pendidikan
Kewarganegaraan sebagai salah satu mata pelajaran bidang sosial dan kenegaraan
memiliki fungsi yang sangat esensial dalam meningkatkan kualitas manusia
Indonesia yang memiliki keterampilan hidup bagi diri, masyarakat, bangsa dan
negara. Numan Somantri (2001:166) memberikan pemaparan mengenai fungsi PKn
sebagai berikut:
“Usaha sadar
yang dilakukan secara ilmiah dan psikologis untuk memberikan kemudahan belajar
kepada peserta didik agar terjadi internalisasi moral Pancasila dan pengetahuan
kewarganegaraan untuk melandasi tujuan pendidikan nasional, yang diwujudkan
dalam integritas pribadi dan perilaku sehari-hari”.
Fungsi dari mata pelajaran PKn
adalah sebagai wahana untuk membentuk warga negara yang cerdas, terampil, dan
berkarakter yang setia kepada bangsa dan negara Indonesia dengan merefleksikan
dirinya dalam kebiasaan berpikir dan bertindak sesuai dengan amanat Pancasila
dan UUD NKRI 1945.
Berdasarkan uraian di atas
mengenai fungsi PKn, maka penulis menyimpulkan bahwa pembelajaran PKn
diharapkan dapat memberikan kemudahan belajar para siswa dalam
menginternalisasikan moral Pancasila dan pengetahuan kewarganegaraan untuk
melandasi tujuan pendidikan nasional, yang diwujudkan dalam integritas pribadi
dan perilaku sehari-hari.
C. Tujuan Pembelajaran Pendidikan
Kewarganegaraan
Menurut Wahab dan Sapriya
(2011 : 311) mengatakan bahwa sudah menjadi pengetahuan umum di kalangan
akademik tujuan pendidikan kewarganegaan (civic/citizenship education) di
Indonesia adalah untuk membentuk warga negara yang baik (to be good citizens).
Segala sesuatu yang digunakan dan dilakukan guru dalam proses pembelajaran PKn
hendaknya mampu membentuk dan menghasilkan lulusan sebagai warga negara yang
baik.
Nu’man Somantri (2001) memberikan gambarantentang warga negara yang baik. Beliau mengatakan bahwa
warga negara yang baik adalah warga negara yang memiliki ciri-ciri sebagai
berikut : (a) Yang
berani membela serta setia kepada bangsa dan Negara, (b) Memiliki
sikap yang toleran kepada sesama, (c) Memeluk salah satu agama yang diakui negara, dan (d) Memiliki
sikap demokratis.
Sementara
Azis Wahab (1996) memberikan identifikasi warga negara yang baik adalah warga
negara yang memiliki kriteria : a. memahami dan mampu melaksanakan hak dan
kewajibannya dengan baik, b. sebagai individu yang memiliki kepekaan dan
tanggung jawab sosial, c. mampu memecahkan masalahmasalah kemasyarakatan secara
cerdas, d. memiliki sikap disiplin pribadi, e. mampu berpikir kritis , kreatif
dan inovatif.
Winataputra
dan Budimansyah (2007) berpendapat bahwa warga negara yang baik adalah warga
negara yang memiliki pengetahuan kewarganegaraan (civic knowledge), memiliki
keterampilan kewarganegaraan (civic skill) dan memiliki watak kewarganegaraan (civic
disposition). Pendapat ini bila dikaitkan dengan taksonomi Bloom, maka
memiliki pengetahuan kewarganegaraan terkait dengan aspek kognitif, memiliki
watak kewarganegaraan terkait dengan aspek afektif dan memiliki keterampilan
kewarganegaraan terkait dengan aspek psikomotor. Pendapat ini senada dengan
pendapat Dardji Darmodiharjo (1987), yang mengatakan bahwa pendidikan memuat
unsur : mengajar (pengetahuan), mendidik (membentuk sikap), dan melatih
(keterampilan).
Dari beberapa pendapat yang dikemukakan di
atas, penulis dapat menyimpulan bahwa pendidikan
kewarganegaraan bertujuan untuk :
- Menambah pengetahuan atau wawasan peserta didik akan segala hal yang terkait dengan kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara dengan benarmelalui berbagai cara dan metode(aspek kognitif).
- Membina dan membentuk sikap warganegara yang mau dan meyakini akanpengetahuan yang telah diperoleh. Dengan demikian, pengetahuan yang telah dipahami tersebut akandiyakini dan terinternalisasi dalam diri atau mempribadi dalam jiwa peserta didik, yang akan menjadi sikapnya dalam menanggapi persoalan-persoalan yang ada (aspek sikap).
- Melatih keterampilan kewarganegaraan kepada peserta didik untuk dapat menjadi warga negara yang terampil berdemokrasi. Hal ini dilakukan melalui atau dengan cara membiasakan atau membudayakan kepada peserta didik bersikap dan berperilaku sesuai nilai-nilai serta norma yang berlaku dalam kehidupan sehari-hari (aspek Psikomptor).
DAFTAR
PUSTAKA
Somantri, Nu’man. 2001. Menggagas
Pembahruan Pendidikan IPS. Dedi Supriadi & Rohmat Mulyana (ed).
PPS-FPIPS UPI dan PT Rmaja Rosda Karya. Bandung
Undang-Undang Republik
Indonesia No. 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional. Ditjen
Dikdasmen. Jakarta
Wahab, A. Azis. 1996. Politik
Pendidikan dan Pendidikan Politik : Model Pendidikan Kewarganegaraan Indonesia
Menuju Warga Negara Global. IKIP Bandung
Wahab, A. Azis dan Sapriya.
2011. Teori & Landasan Pendidikan Kewarganegaraan. Alfabeta . Bandung
Winataputra,S Udin, dkk. 2009.
Materi dan Pembelajaran PKn. Universitas Terbuka : Jakarta
Winataputra dan Sapriya. 2004.
Pendidikan Kewarganegaraan : Model PengembanganMateri dan Pembelajaran.
Laboratorium PKN FPIPS UPI. Bandung
Tidak ada komentar:
Posting Komentar