“Ya Tuhan kami, janganlah Engkau
jadikan hati kami condong kepada kesesatan sesudah Engkau beri petunjuk
kepada kami, dan karuniakanlah kepada kami rahmat dari sisi Engkau;
karena sesungguhnya Engkau-lah Maha Pemberi (karunia)” (QS Ali Imran ayat 8)
Seperti halnya lautan luas yang terikat dengan pasang dan surutnya, begitulah juga kondisi keimanan kita. Ketika iman sedang pasang memenuhi hati,
semangat diri ini sangatlah tinggi. Tak pernah sekali pun sholat- sholat
rawatib setelah sholat berjamaah di mesjid terlewati, tubuh pun terasa
sangat berat ketika hendak beranjak pergi. Sehari pun sedekah tak pernah
terhenti. Munajat setelah sholat malam selalu dinanti. Delapan rakaat
sholat dhuha pun tanpa lelah kita jalani.
Tapi, jika iman di dalam relung hati kita
sedang surut, kita sudah tak sabar ingin segera mengucap salam ketika
bibir pun belum sepenuhnya tertutup selepas takbir,.
Sangat jarang kita bisa merasakan lezatnya menghadap Allah di dalam sholat- sholat kita.
Sholat hanya menjadi sebatas kewajiban yang rutin layaknya mengisi absensi di sekolah.
Hanya sekedar hadir.
Hanya sekedar sah.
Hanya sekedar melakukan.
Kita tidak melewatkan satu kali pun
sholat berjamaah di mesjid untuk dua hari, tapi kemudian berminggu-
minggu tidak nampak sekali pun di sana. Sebuah pertandingan sepakbola, atau
sekedar film yang sebenarnya bisa kita hentikan sejenak pun seringkali
sudah cukup hebat untuk bisa menunda dan memberatkan langkah kita untuk
mengambil air wudhu.
Pantang Menyerah
Kesalahan kita ketika iman kita sedang
surut, kita seringkali menyerahkan diri kepada kesanggupan diri semata.
Kita seringkali menyalahkan kelemahan jiwa kita yang tidak sanggup
melawan hawa nafsu kemalasan.
Kita merasa nyaman bersembunyi di balik alibi kelemahan itu, yang membuat kita malah semakin terpuruk ke dasar jurang kemalasan.
Kita sering menyerah ketika sudah mencoba
segala macam cara agar bisa menjadi orang yang lebih baik, untuk
mendekat kepada Allah.
Kita lupa untuk berserah diri kepada Allah.
Kita lupa, bahwa Allah Yang Maha Kuasa dan membolak- balik hati manusia.
Kita lupa bahwa minimal tujuh belas kali
di dalam sholat dalam satu hari, kita sudah meminta kepada Allah agar
ditunjukkan jalan yang lurus.
Kita lupa untuk berdoa agar diberi hidayah.
Walau pun kita sudah tak sanggup lagi untuk menahan kuatnya cengkeraman kemalasan, tetap janganlah pernah menyerah.
Mungkin itu adalah jalan dari Allah yang sedang menguji kesungguhan kita untuk berubah menjadi lebih baik.
Teruslah berdoá....
Teruslah berdoá....
Hidayah Dari Hal- hal Kecil
Sering- seringlah berdoa kepada Allah
agar diberi hidayah. Bahkan walau pun keadaan iman kita sedang terpuruk
ke dasar kelemahan iman yang paling dalam.
Allah seringkali memberi hidayah melalui hal- hal yang kecil dan tidak pernah kita sadari keberadaannya.
Allah seringkali memberi hidayah melalui hal- hal yang kecil dan tidak pernah kita sadari keberadaannya.
Hidayah untuk bisa merasakan nikmatnya
sholat malam di sepertiga malam terakhir, kadang datang dengan hanya
berupa desakan untuk pergi ke kamar kecil yang membangunkan nyenyaknya
tidur kita.
Hidayah untuk bisa merasakan nikmatnya
sholat Dhuha dan tadarus, kadang datang ketika kita sedang mengantar
anak- anak kita sekolah Al Qurán, dan tidak ada tempat lain untuk
menunggu selain di mushola.
Hidayah untuk kita agar bisa diam lebih
lama di mesjid setelah sholat Jum’at kadang Allah datangkan melalui
orang- orang yang langsung berdiri untuk sholat di belakang kita.
Sehingga kita “terpaksa” untuk sholat sunah juga.
Allah kadang mengundang kita ke
rumah-Nya dengan mengirimkan seorang tamu yang sholeh, dan dia
ditakdirkan untuk mengajak kita untuk sholat berjamaah di mesjid.
Satu- satunya jalan yang tersisa untuk
mengundang hidayah, adalah jangan pernah terputus untuk memohon kepada
Allah Yang Maha Memberi Hidayah, Yang Maha Membolak- balik hati kita,
agar kita segera terbebas dari ikatan belenggu kelemahan iman.
Abdullah Yusuf
Kudus, 2 Juni 2015