Minggu, 04 Maret 2018

HAKIKAT, FUNGSI DAN TUJUAN PEMBELAJARAN PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN (PKn)




Disusun oleh           : Abdullah
NIM                           : 1510320023
Mata kuliah             : Pembelajaran PKn
Dosen pengampu   : Primi Rochimi, S.Sos, MSI
Prodi/Jurusan         : PGMI LK/Tarbiyah
Kampus                   : STAIN Kudus


A.    Hakikat Pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan
Untuk mengetahui hakikat pembelajaran pendidikan kewarganegaan, mari kita telusuri terlebih dahulu perkembangan pembelajaran tersebut di dalam kurikulum pendidikan yang pernah berlaku di Indonesia sejak Indonesia merdeka. Di dalam kurikulum 1946, 1957 dan 1961 tidak ditemukan adanya mata pelajaran pendidikan kewarganegaraan. Pada kurikulum 1946 dan 1957 materi yang ada dikemas dan dimasukkan ke dalam mata pelajaran ilmu pengetahuan umum untuk jenjang SD dan mata pelajaran Tata Negara di SMP dan SMA. Mata pelajaran Pendidikan Kewargaan Negara (PKN) baru dikenal pada kurikulum 1968. Ruang lingkup materinya mencakup Sejarah Indonesia, Geografi, dan Civics sebagai pengetahuan kewargaan Negara.
Dalam perkembangannya di dalam kurikulum sekolah Proyek Perintis Sekolah Pembangunan (PPSP) 1973 ada mata pelajaran Pendidikan Kewargaan Negara (PKN) dan  ada Pengetahuan Kewargaan Negara. Melalui kurikulum PPSP pada jenjang SD 8 tahun, diperkenalkan mata pelajaran Pendidikan Kewargaan Negara/Studi Sosial yang di dalamnya berisikan tentang materi ilmu pengetahuan sosial (IPS). Sedangkan pada jenjang Sekolah Menengah 4 tahun, diberikan mata pelajaran Studi Sosial Terpadu dan mata pelajaran Pendidikan Kewargaan Negara (PKN) dan Civics dan Hukum khusus bagi yang mengambil jurusan sosial.
Secara historis pada kurikulum 1975 istilah Pendidikan Kewargaan Negara (PKN) diubah menjadi Pendidikan Moral Pancasila (PMP). Mata pelajaran PMP berisikan materi pokok Pancasila sebagaimana yang dijabarkan di dalam Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila (P-4). Hal ini dilakukan untuk melaksanakan apa yang diamanatkan oleh ketetapan MPR No. II/MPR/1973 tentan P-4. Pada saat itu mata pelajaran PMP menjadi mata pelajaran wajib yang harus diberikan di tingkat SD, SMP, SMA, SPG dan Sekolah Kejuruan. Hal ini terus berlanjut dan tetap dipertahankan baik istilah maupun isi/materinya sampai berlakunya kurikulum 1984.
Keluarnya Undang Undang No. 2 Tahun 1989 tentang Sistem Pendidikan Nasional yang menggariskan adanya Pendidikan Pancasila dan Pendidikan Kewarganegaraan (PPKn) di semua jalur, jenis dan jenjang pendidikan berdampak pada perubahan kurikulum. Untuk mengakomudasi perintah UU No. 2 tahun 1989 tersebut maka dikeluarkan kurikulum 1994, yang di dalamnya memperkenalkan mata pelajaran Pendidikan Pancasila dan Pendidikan Kewarganegaraan (PPKn).
Berbeda dengan kurikulum 1975 dan 1984, kurikulum PPKn 1994 mengorganisasi materinya tidak atas dasar rumusan butir-butir nilai P-4, tetapi atas dasar konsep nilai yang disaripatikan dari P-4 dan sumber resmi lainnya yang ditata dengan menggunakan pendekatan spiral meluas (spiral of concep development).
Pendekatan ini mengartikulasikan sila-sila Pancasila dengan jabaran nilainya untuk setiap jenjang pendidikan dan kelas serta catur wulan dalam setiap kelas. Sesuai dengan Garis Garis Besara Haluan Negara (GBHN) yang ditetapkan MPR berdasarkan TAP No. II/MPR/1998 yang menentukan bahwa Pendidikan Pancasila mencakup pendidikan Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila (P-4), Pendidikan Moral Pancasila, Pendidikan Sejarah Perjuangan Bangsa serta unsur-unsur yang dapat mengembangkan jiwa, semangat dan nilai-nilai kejuangan khususnya nilai-nilai 45 kepada generasi muda. Hal ini menunjukkan bahwa di dalam Pendidikan Panasila memuat pendidikan ideologi, pendidikan nilai dan moral, serta pendidikan kejuangan.
Sejak berlakunya Undang Undang RI No. 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional sebagai pengganti Undang Undang No. 2 tahun 1989, pasal 37 ayat (2) menetapkan kurikulum pada pendidikan dasar, pndidikan menengah dan pendidikan tinggi harus memuat pendidikan agama, pendidikan kewarganegaraan dan bahasa. Dengan demikian pendidikan Pancasila tidak lagi diberikan secara sendiri, namun berubah namanya menjadi pendidikan kewarganegaraan yang di dalamnya berisikan pendidikan nilai dan moral yang bersumber pada Pancasila.
Dari perkembangan kurikulum sebagaimana yang telah dipaparkan di atas, penulis menyimpulkan bahwa pendidikan kewarganegaraan pada hakikatnya merupakan pendidikan yang diberikan dalam rangka membentuk karakter warga negara yang baik (good Citizenship). Karakter warga negara yang baik yang dimaksudkan dalam hal ini adalah karakter yang sesuai dengan nilai-nilai Pancasila baik sebagai dasar negara maupun sebagai pandangan hidup bangsa.

B.     Fungsi Pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan
Pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan sebagai salah satu mata pelajaran bidang sosial dan kenegaraan memiliki fungsi yang sangat esensial dalam meningkatkan kualitas manusia Indonesia yang memiliki keterampilan hidup bagi diri, masyarakat, bangsa dan negara. Numan Somantri (2001:166) memberikan pemaparan mengenai fungsi PKn sebagai berikut:
“Usaha sadar yang dilakukan secara ilmiah dan psikologis untuk memberikan kemudahan belajar kepada peserta didik agar terjadi internalisasi moral Pancasila dan pengetahuan kewarganegaraan untuk melandasi tujuan pendidikan nasional, yang diwujudkan dalam integritas pribadi dan perilaku sehari-hari”.
Fungsi dari mata pelajaran PKn adalah sebagai wahana untuk membentuk warga negara yang cerdas, terampil, dan berkarakter yang setia kepada bangsa dan negara Indonesia dengan merefleksikan dirinya dalam kebiasaan berpikir dan bertindak sesuai dengan amanat Pancasila dan UUD NKRI 1945.
Berdasarkan uraian di atas mengenai fungsi PKn, maka penulis menyimpulkan bahwa pembelajaran PKn diharapkan dapat memberikan kemudahan belajar para siswa dalam menginternalisasikan moral Pancasila dan pengetahuan kewarganegaraan untuk melandasi tujuan pendidikan nasional, yang diwujudkan dalam integritas pribadi dan perilaku sehari-hari.

C.     Tujuan Pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan
Menurut Wahab dan Sapriya (2011 : 311) mengatakan bahwa sudah menjadi pengetahuan umum di kalangan akademik tujuan pendidikan kewarganegaan (civic/citizenship education) di Indonesia adalah untuk membentuk warga negara yang baik (to be good citizens). Segala sesuatu yang digunakan dan dilakukan guru dalam proses pembelajaran PKn hendaknya mampu membentuk dan menghasilkan lulusan sebagai warga negara yang baik.
Nu’man Somantri (2001) memberikan gambarantentang warga negara yang baik. Beliau mengatakan bahwa warga negara yang baik adalah warga negara yang memiliki ciri-ciri sebagai berikut : (a) Yang berani membela serta setia kepada bangsa dan Negara, (b) Memiliki sikap yang toleran kepada sesama, (c) Memeluk salah satu agama yang diakui negara, dan (d) Memiliki sikap demokratis.
Sementara Azis Wahab (1996) memberikan identifikasi warga negara yang baik adalah warga negara yang memiliki kriteria : a. memahami dan mampu melaksanakan hak dan kewajibannya dengan baik, b. sebagai individu yang memiliki kepekaan dan tanggung jawab sosial, c. mampu memecahkan masalahmasalah kemasyarakatan secara cerdas, d. memiliki sikap disiplin pribadi, e. mampu berpikir kritis , kreatif dan inovatif.
Winataputra dan Budimansyah (2007) berpendapat bahwa warga negara yang baik adalah warga negara yang memiliki pengetahuan kewarganegaraan (civic knowledge), memiliki keterampilan kewarganegaraan (civic skill) dan memiliki watak kewarganegaraan (civic disposition). Pendapat ini bila dikaitkan dengan taksonomi Bloom, maka memiliki pengetahuan kewarganegaraan terkait dengan aspek kognitif, memiliki watak kewarganegaraan terkait dengan aspek afektif dan memiliki keterampilan kewarganegaraan terkait dengan aspek psikomotor. Pendapat ini senada dengan pendapat Dardji Darmodiharjo (1987), yang mengatakan bahwa pendidikan memuat unsur : mengajar (pengetahuan), mendidik (membentuk sikap), dan melatih (keterampilan).
Dari beberapa pendapat yang dikemukakan di atas, penulis dapat menyimpulan bahwa pendidikan kewarganegaraan  bertujuan untuk : 
  1. Menambah pengetahuan atau wawasan peserta didik akan segala hal yang terkait dengan kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara dengan benarmelalui berbagai cara dan metode(aspek kognitif). 
  2. Membina dan membentuk sikap warganegara yang mau dan meyakini akanpengetahuan yang telah diperoleh. Dengan demikian, pengetahuan yang telah dipahami tersebut akandiyakini dan terinternalisasi dalam diri atau mempribadi dalam jiwa peserta didik, yang akan menjadi sikapnya dalam menanggapi persoalan-persoalan yang ada (aspek sikap). 
  3. Melatih keterampilan kewarganegaraan kepada peserta didik untuk dapat menjadi warga negara yang terampil berdemokrasi. Hal ini dilakukan melalui atau dengan cara membiasakan atau membudayakan kepada peserta didik bersikap dan berperilaku sesuai nilai-nilai serta norma yang berlaku dalam kehidupan sehari-hari (aspek Psikomptor).

DAFTAR PUSTAKA

Somantri, Nu’man. 2001. Menggagas Pembahruan Pendidikan IPS. Dedi Supriadi & Rohmat Mulyana (ed). PPS-FPIPS UPI dan PT Rmaja Rosda Karya. Bandung

Undang-Undang Republik Indonesia No. 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional. Ditjen Dikdasmen. Jakarta

Wahab, A. Azis. 1996. Politik Pendidikan dan Pendidikan Politik : Model Pendidikan Kewarganegaraan Indonesia Menuju Warga Negara Global. IKIP Bandung

Wahab, A. Azis dan Sapriya. 2011. Teori & Landasan Pendidikan Kewarganegaraan. Alfabeta . Bandung

Winataputra,S Udin, dkk. 2009. Materi dan Pembelajaran PKn. Universitas Terbuka : Jakarta

Winataputra dan Sapriya. 2004. Pendidikan Kewarganegaraan : Model PengembanganMateri dan Pembelajaran. Laboratorium PKN FPIPS UPI. Bandung


Tidak ada komentar: