Selasa, 03 Februari 2015

Sabar



Kata sabar memang begitu mudah untuk diucapkan, tetapi berat sekali didalam menerapkanya atau mengamalkanya. Setau saya banyak penemuan dan penelitian menunjukkan bahwa kesabaran adalah bagian dari identitas pribadi seseorang, karena menjadi orang sabar itu membutuhkan latihan panjang dan kemampuan mengelola emosi secara matang.

Kata sabar itu berasal dari bahasa Arab. Bentuk aslinya adalah shabara dari akar kata shabara-yashbiru-shabaran, yang memiliki beberapa arti. Salah satu artinya adalah: tahan menderita sesuatu, susah, tidak lekas marah, tidak patah hati, tidak lekas putus asa, tenang, tidak tergesa-gesa, tidak terburu nafsu dll. Arti lainnya adalah: akraha, alzama: memaksa, mewajibkan. Amsaka: menahan, mencegah.
Di dalam Al Qur’an terdapat tiga buah kisah tentang ”peristiwa sabar” dalam versi yang berbeda sekaligus menggambarkan tiga bentuk/macam makna sabar.

Kisah pertama adalah tentang Nabi Ibrahim, sebagaimana termuat dalam Surat Ash Shafat ayat 100 sampai ayat 111. Ayat ini memuat kisah pengorbanan yang tiada tara sepanjang sejarah hidup manusia. Seorang yang telah ”tega” menyembelih seorang anak yang sangat dicintai dan disayanginya. Semua itu dilakukan oleh Ibrahim karena satu alasan: perintah Allah. Berkaitan dengan perintah ini, sebagai manusia biasa bukan tidak mungkin hati Ibrahim bergejolak saat menerima perintah tersebut. Namun sebagai manusia pilihan, dengan ikhlas dan tawakkal, Ibrahim ”siap” melaksanakan perintah Ilahi. Apa yang dilakukan Ibrahim merupakan bentuk sabar dalam menaati perintah Allah.

Kisah kedua adalah tentang Nabi Yusuf, waktu digoda oleh Zulaikha, istri tuannya sendiri. Yang tertera di dalam surat Yusuf ayat 23 sampai 35. Sebagai laki-laki normal, sebenarnya Yusuf juga tertarik oleh kecantikan Zulaikha. Hampir-hampir saja Yusuf terjerumus ke lembah nista, seandainya dia tidak melihat. ”burhan” yaitu petunjuk yang nyata dari Allah, sehingga nafsu yang sudah bergolak dan berkobar itu padam seketika. Kisah Nabi Yusuf memberikan indikasi tentang sabar jenis kedua, yaitu sabar menjauhi maksiat.

Kisah ketiga adalah tentang Nabi Ayub, yang mendapat ujian dan cobaan yang sangat berat (Surat Shad ayat 41 s/d 44; Surat Al-Anbiya’ ayat 83). Harta benda habis ludes, sang istri yang semula setia merawatnya akhirnya tidak tahan lagi dan meninggalkannya. Duka nestapa dialami Nabi Ayub seorang diri. Namun demikian, Nabi Ayub tidak pernah mengeluh, tidak pernah mengaduh, apalagi menunjukkan sikap ”jengkel” terhadap Allah yang telah menimpakan ujian dan cobaan demikian hebatnya. Dikala derita sampai pada puncaknya dan rasa sakit yang luar biasa pedihnya, dengan bibir gemetar dan suara yang nyaris tidak terdengar, Nabi Ayub munajat ke hadirat Ilahi: Ya Rabbi, sesungguhnya aku telah ditimpa penyakit dan Engkaulah Yang Paling Penyayang. Alangkah halus dan lembutnya doa permohonan Nabi Ayub. Dia ”hanya melaporkan” bahwa penyakit yang dideritanya sudah sangat berat dan membahayakan jiwanya. Nani Ayub tidak terus-terang memohon diberi kesembuhan oleh Allah. Dia hanya memuji dan ”melaporkan” saja. Soal sembuh atau tidak itu urusan Allah.

Berkat kesabaran Ayub yang luar biasa, akhirnya Nabi Ayub diberi kesembuhan, diganti lagi anak-anak dan harta yang telah lenyap dengan yang lebih baik dan lebih banyak, termasuk kembalinya sang istri yang sangat dicintainya.
Dengan demikian, dapat dikatakan ada beberapa jenis sabar. Pertama, sabar melaksanakan perintah atau taat. Kedua, sabar menjauhi maksiat. Ketiga, sabar menghadapi musibah.

Semoga kita senantiasa selalu berusaha dalam keadaan sabar tetkala menjalani kehidupan yang mubarok ini. sehingga kita termasuk orang-orang yang sabar, karena kita tau "Sesungguhnya Allah mencintai orang-orang yang sabar".
Amiiin...


(Saudara2ku yang budiman budayakan berkomentar walau sa' kata.)

Tidak ada komentar: